Archive

Archive for January 23, 2009

Kok … Celanamu Kebanjiran?

January 23, 2009 Leave a comment

Nopember 21, 2008

Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Mungkin sebagian orang sering menemukan di sekitarnya orang-orang yang celananya di atas mata kaki (cingkrang). Bahkan ada yang mencemoohnya dengan menggelarinya sebagai ‘celana kebanjiran‘. Pembahasan kali ini -insya Allah- akan sedikit membahas mengenai cara berpakaian seperti ini apakah memang pakaian ini merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan.

Penampilan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Celana Setengah Betis

Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki termasuk sunnah atau ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :

سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : « اِرْفَعْ إِزَارَكَ  ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ  مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ  ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ

Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ‘Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai  teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.”  (Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)

Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ

“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih) … baca selengkapnya>

Categories: Muslim Tags: , , , ,

Thibbun Nabawi Bukan Alternatif

January 23, 2009 Comments off


Penulis: Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari
Syariah, Hadits, 27 – Juli – 2006, 08:51:41

Shahabat yang mulia Abu Sa’id Al-Khudri rahimahullahu berkata:

أَنَّ رَهْطًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْطَلَقُوْا فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوْهَا حَتَّى نَزَلُوْا فِي حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ، فَاسْتَضَافُوْهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوْهُمْ. فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ، فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ، لاَ يَنْفَعُهُ شَيْءٌ. فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلاَءِ الرَّهْطَ الَّذِيْنَ قَدْ نَزَلُوْا بِكُم، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُوْنَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ. فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوْا: يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ! إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ، فَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ، لاَ يَنْفُعُهُ شَيْءٌ، فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ منكُمْ شَيْءٌ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَعَمْ، وَاللهِ إِنِّي لَرَاقٍ، وَ لَكِنْ وَاللهِ لَقَدِ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُوْنَا، فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوْا لَنَا جُعْلاً. فَصَالِحُوْهُمْ عَلَى قَطِيْعٍ مِنَ الْغَنَمِ. فَانْطَلَقَ فَجَعَلَ يَتْفُلُ وَيَقْرَأُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ} حَتَّى لَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ، فَانْطَلَقَ يَمْشِي مَا بِهِ قَلَبَةٌ. قَالَ: فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِي صَالَحُوْهُمْ عَلَيْهِ. فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اقْسِمُوا. فَقَالَ الَّذِي رَقَى: لاَ تَفْعَلُوْا حَتَّى نَأْتِيَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ، فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا. فَقَدِمُوْا عَلى رَسُولِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرُاْ لَهُ ذَلِكَ، فَقَالَ: وَمَا يُدْرِيْكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ أَصَبْتُمْ، اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ

Sejumlah shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi dalam sebuah safar (perjalanan) yang mereka tempuh, hingga mereka singgah di sebuah kampung Arab. Mereka kemudian meminta penduduk kampung tersebut agar menjamu mereka, namun penduduk kampung itu menolak.
Tak lama setelah itu, kepala suku dari kampung tersebut tersengat binatang berbisa. Penduduknya pun mengupayakan segala cara pengobatan, namun tidak sedikit pun yang memberikan manfaat untuk kesembuhan pemimpin mereka. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: “Seandainya kalian mendatangi rombongan yang tadi singgah di tempat kalian, mungkin saja ada di antara mereka punya obat (yang bisa menghilangkan sakit yang diderita pemimpin kita).” Penduduk kampung itu pun mendatangi rombongan shahabat Rasulullah yang tengah beristirahat tersebut, seraya berkata: “Wahai sekelompok orang, pemimpin kami disengat binatang berbisa. Kami telah mengupayakan berbagai cara untuk menyembuhkan sakitnya, namun tidak satu pun yang bermanfaat. Apakah salah seorang dari kalian ada yang memiliki obat?” Salah seorang shahabat berkata: “Iya, demi Allah, aku bisa meruqyah. Akan tetapi, demi Allah, tadi kami minta dijamu namun kalian enggan untuk menjamu kami. Maka aku tidak akan melakukan ruqyah untuk kalian hingga kalian bersedia memberikan imbalan kepada kami.”
Mereka pun bersepakat untuk memberikan sekawanan kambing2 sebagai upah dari ruqyah yang akan dilakukan. Shahabat itu pun pergi untuk meruqyah pemimpin kampung tersebut. Mulailah ia meniup disertai sedikit meludah dan membaca3: “Alhamdulillah rabbil ‘alamin” (Surah Al-Fatihah). Sampai akhirnya pemimpin tersebut seakan-akan terlepas dari ikatan yang mengekangnya. Ia pun pergi berjalan, tidak ada lagi rasa sakit (yang membuatnya membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur).
Penduduk kampung itu lalu memberikan imbalan sebagaimana telah disepakati sebelumnya. Sebagian shahabat berkata: “Bagilah kambing itu.” Namun shahabat yang meruqyah berkata: “Jangan kita lakukan hal itu, sampai kita menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kita ceritakan kejadiannya, dan kita tunggu apa yang beliau perintahkan.” Mereka pun menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mengisahkan apa yang telah terjadi. Beliau bertanya kepada shahabat yang melakukan ruqyah: “Dari mana engkau tahu bahwa Al-Fatihah itu bisa dibaca untuk meruqyah? Kalian benar, bagilah kambing itu dan berikanlah bagian untukku bersama kalian.”

Hadits di atas diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam kitab Shahih-nya no. 5749, kitab Ath-Thibb, bab An-Nafats fir Ruqyah. Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih-nya no. 5697 kitab As-Salam, bab Jawazu Akhdzil Ujrah ‘alar Ruqyah. …baca selengkapnya

Categories: Aqidah Tags: , ,